Gejala, Diagnosa, Perawatan dan Pencegahan Infeksi Polio
![]() |
| Ilustrasi vaksinasi polio (Pexels). |
Polio (poliomyelitis) adalah penyakit yang sangat menular, disebabkan oleh virus yang menyerang sistem saraf. Balita lebih mudah terjangkit virus ini daripada kelompok umur lainnya.
Dilansir dari Healthline, yang melansir dari Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), satu dari 200 infeksi polio akan berakhir pada kelumpuhan total permanen.
Tetapi, sejak insiatif pembasmian polio pada tahun 1988 lalu, beberapa wilayah berhasil bebas dari polio, yang diantaranya adalah Amerika, Eropa Pasifik Barat, dan Asia Tenggara.
Keberhasilan di berbagai wilayah tersebut karena vaksin polia yang dikembangkan sejak tahun 1953, dan berhasil dirilis pada tahun 1957.
Tetapi polio masih tetap ramai di Afghanistan, Pakistan, dan Nigeria. Membasmi polio akan sangat membantu kesehatan dan ekonomi dunia. Dibasminya polio dapat menghemat setidaknya 40 hingga 50 Milyar Dolar AS dalam 20 tahun mendatang.
Gejala Polio
Diperkirakan setidaknya 95 hingga 99 persen pasien yang terjangkit polio tidak mengalami gejalanya, atau biasa disebut polio subklinis. Walau tanpa gejala, pasien yang terjangkit akan menyebarkan virus dan menginfeksi lainnya.
Gejala Polio Non Lumpuh akan bertahan dari satu hingga 10 hari lamanya. Gejalanya akan terlihat seperti flu, yang diantaranya adalah demam, tenggorokan kering, pusing, muntah, kelelahan, dan meningitis. Polio Non Lumpuh bisa dikenal pula sebagai polio abortif.
Polio Lumpuh terjangkit pada satu persen kasus polio, yaitu saat infeksi virus menyebabkan kelumpuhan pada sumsum tulang belakang (polio tulang belakang), batang otak (polio bulbar) atau keduanya sekaligus (polio bulsbospinal).
Gejala awalnya sama seperti Polio Non Lumpuh. Tetapi, setelah satu minggu, gejala berat akan muncul, seperti hilannya refleks, kejang dan sakit otot, anggota badan longgar dan terkulai, kelumpuhan tiba-tiba sementara atau permanen, dan anggota tubuh rusak, khususnya pada kaki dan pergelangannya, serta pinggang.
Lumpuh total sangatlah jarang terjadi, dengan hanya satu persen diantaranya yang berakhir kelumpuhan permanen. Dari 5 hingga 10 persen kasus polio lumpuh, virus akan menyerang otot yang membantu napas dan menyebabkan kematian seketika.
Sindrom Setelah Polio (PPS) dapat terjadi, bahkan setelah sembuh. Rentang waktunya setelah 15 hingga 40 tahun.
Gejalanya adalah otot dan sendi yang melemah, sakit otot yang semakin memburuk, mudah lelah, atrofi oto, sulit napas dan menelan, terlalu mudah kedinginan, lemah dari otot yang tidak terjangkit sebelumnya, depresi, serta sulit berkonsentrasi dan kehilangan ingatan.
Konsultasikan pada dokter jika pernah terjangkit polio, dan mulai merasa gejala tersebut muncul. Diperkirikan sekitar 25 hingga 50 persen pasien yang sembuh polio akan terjangkit PPS. PPS tidak dapat menular.
Perawatannya yaitu dengan pengelolaan strategis dalam meningkatkan kualitas hidup dan mengurangi rasa sakit atau kelehahan.
Infeksi Poliovirus
Sebagai virus yang sangat menular, polio menular dengan kontak pada feses yang terinfeksi. Obyek seperti mainan yang dekat feses dapat menularkan virus. Kadang, poliovirus menular melalui bersin dan batuk, karena virus berada di tenggorokan atau usus.
Warga yang tinggal di area dengan akses kurang pada air berjalan atau toilet basuh, seringkali terinfeksi polio akibat meminum air terkontaminasi kotoran manusia. Menurut Klinik Mayo, virus sangatlah menular, jadi semua anggota yang tinggal dengan pembawa virus dapat tertular.
Wanita hamil, pasien dengan sistem kekebalan tubuh yang melemah, seperti positif HIV, dan anak kecil adalah yang paling mudah terjangkit poliovirus.
Jika belum tervaksinasi, maka warga lebih mudah terinfeksi saat bepergian ke area yang sebelumnya terjangkit wabah polio, menjaga atau tinggal dengan seseorang yang terjangkit polio, bekerja di laboratorium dengan spesimen virus, amandel telah dicabut, dan beraktifitas stres setelah terpapar virus.
Diagnosa Polio
Dokter akan mendiagnosa polio dengan mengecek gejalanya. Pengecekan fisik dan refleksnya, kekakuan pada punggung dan leher, serta kesulitan mengangkat kepala setelah berbaring. Laboratorium akan mengecek sampel tenggorokan, feses, atau cairan serebrospinal demi mengecek poliovirus.
Perawatan Polio
Dokter akan merawat gejalanya, sesuai dengan momennya. Karena tidak ada obatnya, maka cara terbaik untuk merawatnya adalah dengan vaksinasi terlebih dahulu.
Berbagai perawatan dukungan adalah istirahat total, obat anti nyeri, obat anti kejang untuk merelaksasi otot, antibiotik untuk menanggulangi infeksi urin, ventilator portabel untuk membantu pernapasan, serta bantalan panas atau handuk hangat untuk melancarkan otot yang sakit dan kejang.
Berbagai terapi perlu dilaksanakan pasien, diantaranya adalah penyokong otot untuk membantu berjalan, terapi fisik untuk menanggulangi rasa sakit pada otot, terapi fisik untuk membantu pernapasan, serta rehabilitasi agar menguatkan paru-parunya.
Bahkan jika gejalanya semakin memburuk dan menyebabkan sulit berjalan, pasien membutuhkan kursi roda atau bentuk gawai yang membantu berjalan.
Pencegahan Polio
Cara terbaik untuk mencegah polio adalah dengan vaksinasi. Anak kecil harus mendapatkan suntikan polio dengan aturan yang disesuaikan oleh pemerintah dan dijadwalkan oleh Posyandu setempat atau dokter anak, yang diwajibkan bagi seluruh warga.
Menurut Kementerian Kesehatan Indonesia, anak bayi diwajibkan diberikan Vaksin Polio Tetes Oral (OPV) melalui mulut sebanyak empat kali saat berusia 1,2,3, dan 4 bulan. Saat berumur empat bulan, akan disuntik dengan Vaksin Polio Suntikan (IPV) dan suntikan kedua pada saat berumur 9 bulan.
Akibat vaksinasi, berbagai gejala dapat muncul sebagai reaksi, diantaranya adalah masalah pernapasan, demam tinggi, pusing, gatal-gatal, tenggorokan bengkak, dan jantung berdetak cepat.

Komentar
Posting Komentar